Oleh ;
Carol Kapitan Etoehaq
Penulis yang Tidak Menulis
Peritiwa
berdarah lain di Papua yang sangat menggemparkan dunia, adalah pembunuhan
beberapa Guru di Pedalaman. Kisah guru yang mengalami kekerasan menjadi kondisi yang sering terjadi di wilayah tersebut. Kejadian itu memantik kepedulian yang bisa jadi menjadi keprihatinan pemeirntah sehingga lebih memperhatikan pahlawan tanpa tanda jasa itu sehingga aman dalam menjalankan tugas sebagai ilustrasi untuk masuk).
Masih
banyak peristiwa berdarah lain di Tanah Papua, yang tidak diorbitkan di sini,
bahkan mungkin banyak di anataranya yangbtidak terungkap secara publik. Bahkan
semua konflik dan peristiwa berdarah tersebut, nyaris tak terselesaikan dengan
baik dan benar. Konflik dan peristiwa berdarah terus berlangsung, bagai ubi
jalar yang terus menjalar….Namun penyelesaian dari semua peristiwa tersebut tak
kunjung hadir, bagai jalan tak berujung.
Kita tidak tahu, apa pemikiran Presiden terpilih Jenderal Purnawiran Probowo Subianto terkait masyarakat Papua. Bagi seorang militer nasionalis seperti Prabowo, wilayah Papua dan masyarakat Papua, merupakan bagian dari wilayah dan masyarakat negara tercinta Indonesia. Hal ini berarti, wilayah dan masyarakat Papu merupakan bagian integral dan tak terpisahkan dari negara dan bangsa, dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semboyan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) harga mati, bukan tidak mungkin menjadi sebuah ikon yang
sedang bergejolak di benak seoran Praboro. Segala daya dan upaya strategis
dalam koridor militer, bukanlah masalah sulit bagi mantan Kepala Komondo
Pasukan khuusus (Kopasus) ini. Meski demikian, kini Prbowo sudah sebagai
seorang Presiden, tentu bukan hanya persoalan militer yang ada dalam pikiran
beliau.
Masalah
pembangunan sebuah masyaraakat, bukan hanya persoalan militer. Pemberdayaan,
pengembangan, dan pembangunan masyarakat secara holistik, dalam bergabagi model kebijakan strategis,
bagaimana model pemberdayan,
pengembangan dan peembangunan masyarakat Papua, termasuk pola pemetaan dinsmika
masalah terkini, di Tanah Papua, itulah yang menjadi prioritas pemikiran
seorang Presiden. Berbagai kebijakan dan proses pengambilan keputusan
strategis, sudah tidak berdasarkan
praktis-pragmatis, dengan tindakan preventif-represif ala militer,
tetapi sudah harus lebih berdasarkan nilai (value).
Beberapa
catatan kecil berikut ini (mohon maaf), tidak bermaksud untuk menggurui Bapak
Presiden, tetapi bukan tidak mungkin, ini boleh menjadi sebuah inspirasi yang
hidup bagi Bapak Presiden, terkait pemberdayaan dan pembangunan masyarakat
Papua. Pertama, masalah marginalisasi dan efek diskriminatif terhadap
orang asli Papua, sebagai akibat dari pembangunan ekonomi, konflik politik dan
migrasi masaal ke Papua, sejak tahun 1970. Untuk menjawab masalah ini,
kebijakan alternatif rekognisi perlu
dikembankan untuk pemberdayaan dan pengembangan orang asli Papua. Kedua,
Kegagalan proses pemberdayaan dan pembangunan terutama di bidang pendidikan,
kesehatan dan pemberdayaa ekonomi rakyat. Berkaitan dengan ini, diperlukan
semacam model paradigma baru pembangunan yang berfokus pada perbaikan pelayanan
publik demi kesejahteraan orang asli Papua di Kampung-kampung.
Ketiga,
kontradiksi sejarah dan konstruksi identitas politik orang asli Papua. Masalah
ini hanya dapat diselesaikan dengan dialog sebagaimmana yang sudahh dilakukan
untuk Aceh. Keempat, pertanggungjawaban atas kekerasan negara pada masa
lalu, terhadap warga negara Indonesia di Papua. Untuk itu, jalan rekonsiliasi
di antara pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) dan pengungkapan kebenaran, adalah
pilihan untuk penegakkan hukum dan keadilan bagi orang asli Papua, terutama
para korban dan keluarganya, serta warga negara Indonesia di Papua secara umum.
Keempat
catatan di atas merupakan isu pembangunan di Tanah Papu. Isu ini pun bukan
merupakan hal baru bagi pemerintah dan negara Indonesia. Namun, tidak
berlebihan, bila dikatakan, bahwa empat isu menjadi menjadi isu utama dalam
proses pemberdayaan, pengembangan dan pembangunan masyarakat Papua. Bahkan,
keempat isu ini, menjadi sumber konflik bagi masyarakat Papua umumnya dan orang
asli Papua khususnya, yang berlangsung selama ini. Dengan demikian, keempat isu
sebagaimana tersebut di atas, dapat menjadi sebuah model, rood map rangkaian kebijakan strategis
dalam seluruh rangkaian proses pemberdayaan, pengembangan, dan pembangunan
negara bagi masyarakat di Tanah Papua.
Berdasarkan
empat isu sebagaiman tersebut di atas, pemerintah Indonesia tidak meneutup
mata. Banyak hal sudah dilakukan bagi
masyarakat di Tanah Papua umumnya, dan orang asli Papua khususnya. Sebut saja
adanya UU Otonomi Khusus Papua, pembentukan Dewan Adat Masyarakat Papua, serta
berbagai instrumen pembangunan infrastruktur lainnya, yang semuanya bertujuan
untuk membangun masyarakat yang hidup di
Tanah papu. Bahwa dalam banyak hal masih ada yang belum memenuhi harapan masyarakat, itulah makna
dinamika dalam pembangunan sebuaah masyarakat.
Damai
di Tanah Papua
Perdamaian
(damai) merupakan dambaan hidup manusia. Pesan perdamaian (damai) bersifat
universal, yang dibutuhkan oleh semua makluk hidup, apalagi manusia sebagai
citra Allah. Karena bersifat universal, maka perdamaian (damai) menjadi sebuah kebutuhan bagi semua manusia
di dunia ini. Bahkan dalam arti dan batas tertentu, manusia disebut sebagai
makluk perdamaian. Manusia adalah subyek sekaligus menjadi obyek perdamaian.
Dalam koridor pembangunan masyarakat, mnusia adalah agen dari perdamaian itu
sendiri.
Perwujutan
Papua sebagai tanah damai, merupakan harapan semua masyarakat yang hidup di Tanah Papua. Damai di tanah
Papua adalah sebuah kebutuhan dasar yang mendesak bagi masyarakat di Tanah
Papua, untuk tidak boleh tidak, harus dipenuhi. Damai di Tanah Papua, menjadi
kebutuhan dasar, layaknya makanan yang harus dikonsumsi setiap saat, seperti
pakaian untuk dipakai setiap hari, dan seperti rumah yang layak untuk dihuni
oleh semua orang di Tanah Papua.
Terbentuknya
Papua sebagai Tanah Damai, bukan hanya sekedar sebua slogan yang dikumandangkan
oleh para pemimpin agama dan masyarakat Papua secara umum. Akan tetapi, Papua
sebagai Tanah Damai, atau Damai di Tanah Papua, lebih merupakan sebuah bentuk perwujutan
eksistensi orang asli Papua sebagai manusia pencinta damai. Manusia
pencintai damai, adalah manusia yang hidup berdasarkan prinsip-prinsip
perdamaian, seperti cinta kasih, saling menghargai satu dengan yang lain,
kebenaran, kejujuran, keadilan, serta berbagai kebajikan hidup lainnya.
Semua
niat, harapan, serta dambaan hati demi terwujudnya Papua sebagai Tanah Damai
atau Damai di Tanah Papua, hanya berada pada seorang Presiden terpilih,
Jenderal Purnawirawan Prabowo Subianto. Presiden Prabowo Subianto menjadi
harapan bagi orang asli Papua khususnya dan masyarakat Papua umumnya.
Kaberadaan Presiden Prabowo Subianto, bagai oase di Padang Gurun bagi orang
asli Papua dan masyarakat Papua umumnya, untuk mewujutkan dambaan hati, yakni
Damai di Tanah Papua, menjadikan Papua sebagai Tanah Damai. Damai di Bumi bagi
orang yang berkenan kepada Allah.
Agar
agenda Damai di Tanah Papua atau Papua sebagai Tanah Damai dapat terwujud, maka
empat isu pokok sebagaimana terebut di atas, harrus tetap menjadi sebuah agenda
kebijakan strategis dalam semua proyek pemberdayaan, pengembangan, serta
pembangunan masyarakat di tanah Papua. Selain itu, ada beberapa hal lain, yang
mungkin dapat menjadi rujukan untuk implementasi keempat isu pokok di atas,
yakni ; (1) Perlindungan terhadap tanah dan bangsa Papua, (2) Prioritas
Pendidikan bagi orang asli Papua, (3) kebebasan bagi orang asli Papua untuk
mengembangkan wawasan sejarah sendiri serta merayakan simbol-simbol budayanya
sendiri, (4) Rekonsiliasi dan terapi trauma kolektif bagi orang asli Papua, (5)
Papuanisasi dalam berbagai aspek kehidupan secara bersungguh-sungguh, (6)
Pembebasan orang asli Papua dan masyarakat umum dari beban kehadiran militer
Indonesia, (7) Kembali ke masyarakat multi etnis, (8) Penyelenggaraan
pembangunan yang beretika dengan parameter Hak Asasi Manusia (HAM).
Dengan
demikian, sebuah proyek besar dalam koridor seluruh rangkaian proses
pemberdayaaan, pengembangan serta pembangunan di Tanah Papua, menemukan
relevansinya. Semua proses pemberdayaan dan pembangunan negara di Tanah Papua
dalam bentuk dan dengan cara apa pun, akan lebih bermakna dan menemukan titik
relevansi (baik secara intelektual dan sosial), bila perdamaian (damai) menjadi
titik temu dalam semua bentuk komunikasi pemberdayaan, pengembangan serta
pembangunan masyarakat di Tanah Papua. ***
0 Komentar