Unordered List

6/recent/ticker-posts

Desa Tapobaran Luncurkan Program Ekonomi Biru Inovatif, Satukan Konservasi Adat Sakral dengan Kesejahteraan Masyarakat

 

                                


LEMBATA, Gagas Indonesia Satu.con 

Masyarakat adat Desa Tapobaran, penjaga tradisi konservasi sakral “Muro Welo Matan”, hari ini secara resmi meluncurkan Model Pengembangan Ekonomi Biru. Program perintis ini diinisiasi oleh LSM Barakat. Direktur LSM Barakat, Benediktus Bedil Pureklolong mengatakan, program ini bertujuan untuk mengatasi ironi yang telah lama ada: masyarakat yang melindungi sumber daya laut justru hidup dalam keterbatasan ekonomi. “Dengan pendekatan kolaboratif Quadruple Helix, program ini dirancang untuk mengubah pengorbanan ekologis masyarakat menjadi berkah ekonomis, membuktikan bahwa konservasi dan kesejahteraan dapat berjalan beriringan,” tutur Benediktus Pureklolong.

Inisiatif ini berakar pada kearifan lokal

Muro Welo Matan, sebuah janji adat untuk melindungi kawasan pesisir dan Tanjung Nuhanera sebagai ruang hidup para leluhur. Praktik konservasi ini telah diakui secara hukum melalui Peraturan Desa hingga Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan. Namun, alih-alih membiarkan tradisi menjadi penghalang ekonomi, program ini menjadikannya fondasi untuk model pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.

“Kearifan Muro adalah identitas dan kekuatan kami. Program Ekonomi Biru ini bukan untuk mengubah tradisi, melainkan untuk memberi nilai tambah pada apa yang telah kami jaga selama turun-temurun,” ujar Petrus Damianus Pito Maing, Kepala Desa Tapobaran. “Ini adalah cara kami memastikan bahwa laut yang sakral juga dapat menjadi dapur yang senantiasa penuh berkah bagi anak cucu kami, tanpa mencederai kesakralan yang ada.”

Program ini diimplementasikan melalui pendekatan Quadruple Helix, yang mensinergikan empat pilar utama, yaitu  :  

  • Masyarakat Adat Tapobaran: Sebagai subjek dan pemilik utama program, yang memegang kearifan lokal sebagai pemandu.
  • Pemerintah (Kabupaten & Provinsi): Berperan sebagai fasilitator yang menyediakan payung hukum, kebijakan, dan dukungan program melalui dinas terkait seperti Dinas Pariwisata dan Dinas Kelautan & Perikanan.
  • Akademisi (Universitas Sanata Dharma): Sebagai mitra pengetahuan yang menyediakan riset, pendampingan, dan inovasi berbasis data dengan menghormati budaya setempat. Keterlibatan Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. menjadi bukti nyata peran akademisi dalam proyek ini.
  • Industri (Sektor Swasta & LSM): Sebagai mitra strategis untuk membangun pariwisata etis, membuka akses pasar, dan mendukung investasi melalui skema seperti CSR.

Tiga Program Unggulan

Untuk mencapai tujuannya, model ini dijalankan melalui tiga program utama yang saling mendukung sebagai berikut.

  1. Penguatan Industri Penambangan Garam: Merevitalisasi produksi garam berkualitas premium merek "Muro" yang sempat terhenti akibat Siklon Seroja. Program ini mencakup pembangunan infrastruktur mitigasi bencana dan pembentukan badan pengelola profesional seperti BUMDes atau koperasi untuk memperkuat manajemen dan rantai pasok.
  2. Ekowisata Spiritual Berbasis Muro: Mengembangkan paket wisata low-volume, high-value yang "menjual" cerita dan kesakralan Muro, bukan sekadar keindahan alam. Kegiatan utama meliputi wisata perahu mengitari Tanjung Nuhanera yang dipandu tokoh adat, susur hutan mangrove seluas 1,5 km², dan pemberdayaan homestay serta kuliner lokal.
  3. Pengembangan Produk Turunan Bernilai Tambah: Mendirikan "Dapur Komunal" yang dikelola oleh kelompok perempuan dan pemuda untuk mengolah hasil laut. Produk yang dikembangkan antara lain ikan asap dan ikan kering premium dengan label "Ikan Berkah dari Perairan Sakral Tapobaran", serta abon dan sambal ikan untuk menciptakan oleh-oleh khas.

                                    

Prof. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., peneliti dari Universitas Sanata Dharma yang terlibat dalam perancangan konsep, menyatakan, “Program Tapobaran adalah contoh nyata bagaimana ilmu pengetahuan modern dapat bersinergi dengan kearifan tradisional. Kami tidak datang untuk menggurui, melainkan untuk mendampingi dan memvalidasi secara ilmiah pengetahuan ekologis yang sudah dimiliki masyarakat, lalu bersama-sama merancang model ekonomi yang paling sesuai dengan konteks budaya mereka.”

Dengan fondasi kearifan lokal yang kuat, komitmen masyarakat yang teruji, payung hukum yang jelas, dan dukungan kolaboratif empat pilar, Desa Tapobaran siap menjadi model percontohan nasional dalam implementasi Ekonomi Biru yang menghormati warisan leluhur sekaligus meningkatkan kesejahteraan warganya. (Yosafat Koli – Staff Penghubung LSM Barakat).

 


Posting Komentar

0 Komentar