Sebuah Langkah Strategis untuk Mitigasi Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan Berbasis Kearifan Lokal
KUPANG, Gagas Indonesia Satu.com - - - -Tepatnya tanggal, 4 Agustus 2025 – Yayasan Barakat
hari ini mengambil langkah historis dengan menyerahkan secara resmi Naskah
Akademik untuk Rancangan Peraturan Daerah (Perda) inisiatif tentang
“Pengelolaan Muro dan Kearifan Lokal Lainnya di Propinsi NTT” kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penyerahan ini
menandai puncak dari kerja intelektual dan kolaboratif untuk memberikan payung
hukum bagi praktik-praktik konservasi adat yang telah terbukti menjaga
kelestarian laut dan pesisir di NTT.
Naskah Akademik setebal 102 halaman tersebut
diserahkan langsung oleh Ketua Yayasan Barakat, Benediktus Pureklolong, kepada
Ketua DPRD NTT, Ibu Emilia Julia Nomleni, serta kepada Ketua Komisi II DPRD,
Leonardus Lelo, S.IP., M.Si. Proses ini didahului oleh konsultasi intensif
dengan Tim Ahli DPRD untuk memastikan usulan ini selaras dengan kerangka
legislasi yang ada.
Naskah Akademik ini disusun oleh Prof. Dr.
Yoseph Yapi Taum, M.Hum., dan diperkaya melalui diskusi mendalam dengan
berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), termasuk WWF Indonesia dan yayasan
lainnya, pada tanggal 3 Agustus 2025.
Urgensi Perda: Jawaban atas Krisis Iklim
dan Pangan
Prof. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., selaku
perumus utama, menegaskan bahwa Perda ini memiliki dua urgensi pokok yang
sangat relevan dengan tantangan global saat ini.
“Pertama, Muro dan kearifan lokal sejenis di
seluruh NTT telah memberikan kontribusi signifikan dalam menjaga ekosistem blue
carbon. Melalui larangan adat, masyarakat secara turun-temurun melindungi
hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun. Ini adalah aksi mitigasi
nyata terhadap dampak perubahan iklim dan pemanasan global yang semakin
radikal,” jelas Prof. Yapi.
“Kedua, Perda ini adalah jawaban untuk
ketahanan pangan,” lanjutnya. “Perubahan iklim telah menciptakan ketidakpastian
pangan global. Pola hujan yang tidak teratur dan suhu yang meningkat mengganggu
produksi pertanian. Praktik Muro telah membantu melindungi ikan dan biota laut
lainnya, memberikan mereka waktu untuk berkembang biak. Ini secara langsung
berpengaruh pada ketersediaan pangan dan gizi bagi masyarakat pesisir.”
“Muro” sebagai Ikon Kearifan Lokal NTT
Ketua Yayasan Barakat, Benediktus Pureklolong,
berharap agar nama Perda yang diusulkan dapat dipertahankan. Menurutnya,
penggunaan istilah “Muro” memiliki alasan strategis dan filosofis.
“NTT tidak memiliki satu kesatuan linguistik,
tetapi istilah ‘Muro’ dari Lembata dapat menjadi maskot, branding, dan
pintu masuk untuk mengangkat kearifan-kearifan lokal lainnya dari seluruh
penjuru NTT. Sebagaimana Maluku memiliki ‘Sasi’ sebagai ikonnya, kami yakin
‘Muro’ dapat dipelajari dan dipahami sebagai representasi semangat konservasi
adat masyarakat NTT,” ujar Benediktus.
Ia menambahkan, “Perda ini adalah perda
inisiatif yang lahir dari keberhasilan Yayasan Barakat merevitalisasi tradisi
Muro di Lembata. Oleh karena itu, sudah selayaknya jika Perda ini dinamakan
‘Pengelolaan Muro dan Kearifan Lokal Lainnya di Propinsi NTT’ sebagai bentuk
penghargaan terhadap inisiatornya.”
Menyambut baik usulan ini, Ketua Komisi II
DPRD NTT, Bapak Leonardus Lelo, S.IP., M.Si, menyatakan optimismenya. “Ini
adalah inisiatif yang luar biasa dari masyarakat sipil. Kami di Komisi II
menyambut baik dan akan bekerja keras untuk mengawal Naskah Akademik ini. Kami
sangat optimis usulan ini dapat ditetapkan menjadi Perda pada tahun ini juga,”
tegasnya.
Dengan diserahkannya Naskah Akademik ini,
diharapkan proses legislasi dapat segera berjalan untuk melahirkan sebuah
payung hukum yang melindungi warisan ekologis dan budaya NTT, sekaligus
memberdayakan masyarakat adat sebagai garda terdepan dalam menjaga masa depan
laut dan pangan di Flobamora.
Tentang Yayasan Barakat
Yayasan Barakat adalah lembaga pengembangan
masyarakat yang berbasis di Lembata, Nusa Tenggara Timur. Yayasan ini berfokus
pada pemberdayaan komunitas lokal, advokasi kebijakan, serta revitalisasi
kearifan lokal untuk pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan. *** (Yoseph Yapi Taum)
0 Komentar